Rabu, Juli 22, 2009
Hak Perseorangan Atas Tanah & Transaksi Tanah
Harus diperhatikan bahwa hak perseorangan atas tanah, dibatasi oleh hak
ulayat sebagai warga persekutuan tiap individu mempunyai hak untuk :
a. mengumpulkan hasil-hasil hutan
b. memburu binatang liar
c. mengambil hasil dari pohon-pohon yang tumbuh liar
d. mengusahakan untuk diurus selanjutnya suatu kolam ikan.
Hak milik atas tanah daro seorang warga persekutuan yang membuka dan
mengerjakan tanah itu pengertiannya adalah bahwa warga yang mendiami
tanah itu berhak sepenuhnya kan tetapi dengan ketentuan wajib dihormati :
a. hak ulayat desa
b. kepentingan-kepentingan orang lain yang memiliki tanah
c. peraturan-peraturan adat seperti kewajiban memberi izin ternak orang lain
masuk dalam tanah pertaniannya selama tanah itu tidak dipagari.
Hak usaha oleh Van Vollenhoven dinamakan hak menggarap kewajibankewajiban
yang harus dipenuhi oleh si pemilik hak usaha terhadap tuan tanah
yang mempunyai hak eigendom ayau tanah partikelir itu adalah :
a. membayar cukai
b. melakukan pekerjaan untuk keperluan tuan tanah.
4. Transaksi-Transaksi Tanah
a. transaksi tanah yang bersifat perbuatan hukum sepihak :
1. pendirian suatu desa
2. pembukaan tanah oleh seorang warga persekutuan
b. transaksi-transaksi tanah yang bersifat perbuatan hukum dua pihak.
Transaksi jual menurut isinya dapat dibedakan dalam 3 macam, yaitu :
1. menggadai
2. jual lepas
3. jual tahunan.
5. Pemindahan hak atas tanah
Setiap subyek hukum baik sebagai pribadi kodrati maupun pribadi hukum,
pada dasarnya mempunyai suatu kewenangan untuk memindahkan haknya
atas tanah kepada fihak lainnya. Oleh sebab itu, maka didalam masyarakat
hukum adat dikenal pula proses pemindahan hak atas lingkungan tanah.
Pemindahan hak atas tanah merupakan peristiwa hukum yang menimbulkan
pemindahan hak dan kewajiban yang sifatnya tetap atau mungkin juga bersifat
sementara.
A. Pengertian jual beli tanah
Menurut hukum adat, maka jual beli tanah adalah suatu perbuatan
pemindahan hak atas tanah yang bersifat terang dan tunai. Terang berarti,
bahwa perbuatan pemindahan hak tersebut harus dilakukan di hadapan
kepada adat yang berperan sebagai pejabat yang menanggung keteraturan
dan sahnya perbuatan pemindahan hak tersebut, sehingga perbuatan
tersebut diketahui oleh umum.
Dengan tunai dimaksudkan bahwa perbuatan pemindahan hak dan
pembayaran harganya dilakukan secara serentak. Oleh karena itu, maka
tunai mungkin berarti bahwa harga tanah dibayar secara kontan, atau baru
dibayar sebagian (tunai yang dianggap tunai). Dalam hal pembeli tidak
membayar sisanya, maka penjual tidak dapat menuntut atas dasar
terjadinya jual beli tanah, akan tetapi atas dasar hukum hutang piutang.
B. Isi Jual beli tanah
Transaksi jual tanah mungkin mempunyai tiga isi (Menurut ter Haar)
a. Pemindahan hak atas tanah, atas dasar pembayaran tunai sedemikian
rupa bahwa pemindah hak tetap mempunyai hak untuk mendapatkan
tanahnya kembali setelah membayar sejumlah uang yang pernah
dibayarnya : antara lain menggadai..., menjual gade..., adil sende...,
ngajual akad atau gade...;
b. Pemindahan hak atas tanah atas dasar pembayaran tunai tanpa hak
untuk membeli kembali, jadi menjual lepas untuk selamanya..., adol
plas turun temurun, pati bogor..., menjual jaja...;
c. Pemindahan hak atas tanah atas dasar pembayaran tunai dengan
perjanjian, bahwa setelah beberapa tahun panen dan tanpa tindakan
hukum tertentu tanah akan kembali (menjual tahunan..., adol
oodan....”)
C. Bentuk-Bentuk jual beli tanah
1. Jual lepas
Jual lepas merupakan proses pemindahan hak atas tanah yang bersifat
terang dan tunai, dimana semua ikatan antara bekas penjual dengan
tanahnya menjadi lepas sama sekali. Menurut keputusan Mahkamah
Agung tertanggal 25 September 1958, maka keterangan jual beli saja
belum mengakibatkan pemindahan atau penyerahan hak milik.
Menurut Iman Sudiyat :
“Jadi keterangan tersebut sekan-akan harus diikuti pula semacam
“levering”, sebelum hak milik tersebut berpindah”. Pertimbangan dari
Mahkamah Agung adalah, bahwa dengan surat Notaris dan surat di
bawah tangan serta yang disimpan pada Notaris yang dimaksudkan
dalam putusan judex facti, walaupun didalamnya disebutkan bahwa
fihak-fihak yang bersangkutan menerangkan menjual belikan
tanahnya, namun belum lagi dapat diterima bahwa sebenarnya telah
terjadi pemindahan atau penyerahan hak milik oleh yang dinamakan
penjual kepada yang dinamakan pembeli.”
Biasanya, pada jual lepas, maka calon pembeli akan memberikan suatu
tanda pengikat yang lazim disebut “panjer”. Akan tetapi didalam kenyataannya “panjer” tersebut yang merupakan tanda jadi, tidak
terlalu mengikat, walaupun ada akibatnya bagi calon pembeli yang
tidak jadi melaksanakan pembelian tanah dikemudian hari (artinya
“panjer” nya menjadi miliki calon penjual).
2. Jual gadai
Jual gadai merupakan suatu perbuatan pemindahan hak atas tanah
kepada fihak lain (yakni pribadi kodrat) yang dilakukan secara terang
dan tunai sedemikian rupa sehingga fihak yang melakukan
pemindahan dan mempunyai hak untuk menebus kembali tanah
tersebut. Denagan demikian, maka pemindahan hak atas tanah pada
jual gadai bersifat sementara, walaupun kadang-kadang tidak ada
patokan tegas mengenai sifat sementara waktu tersebut. Ada
kecendrungan untuk membedakan antara gadai biasa dengan gadai
jangka waktu, dimana yang terakhir cenderung untuk memberikan
semacam patokan pada sifat sementara dari perpindahan hak atas tanah
tersebut.
Pada gadai biasa, maka tanah dapat ditebus oleh penggadai setiap saat.
Pembatasannya adalah satu tahun panen, atau apabila di atas tanah
masih terdapat tumbuh-tumbuhan yang belum dipetik hasil-hasilnya.
Dalam hal ini, maka penerima gadai tidak berhak untuk menuntut,
agarpenggadai menebus tanahnya pada suatu waktu tertentu. Untuk
melindungi kepentingan penerima gadai, maka dia dapat melakukan
paling sedikit dua tindakan, yakni :
a. menganak gadaikan (“onderverpanden”) dimana penerima gadai
menggadaikan tanah tersebut kepada fihak ketiga. Dalam hal ini
terjadi dua hubungan gadai, yakni pertama antara penggadai
pertama dengan penerima gadai pertama, dan kedua antara
penggadai kedua (yang merupakan penerima gadai pertama)
dengan fihak ketiga (sebagai penerima gadai kedua).
b. Memindah gadaikan (“doorverpanden”), yakni suatu tindakan
dimana penerima gadai menggadaikan tanah kepada pihak ketiga,
dan fihak ketiga tersebut menggantikan kedudukan sebagai
penerima gadai untuk selanjutnya berhubungan langsung dengan
penggdai. Dengan demikian, maka setelah terjadi pemindahan
gadai, maka hanya terdapat hubungan antara penggadai dengan
penerima gadai yang baru.
Pada gadai jangka waktu, biasanya dibedakan antara gadai jangka
waktu larang tebus dengan gadai jangka waktu wajib tebus, adalah
sebagai berikut :
a. Gadai jangka waktu larang tebus terjadi apabila antara penggadai
dengan penerima gadai ditentukan, bahwa untuk jangka waktu
tertentu penggadai dilarang untuk menebus tanahnya. Dengan
demikian , maka apabila jangka waktu tersebut telah lalu, gadai ini
menjadi gadai biasa.
b. Gadai jangka waktu wajib tebus, yakni gadai dimana oleh
penggadai dan penerima gadai ditentukan, bahwa setelah jangka
waktu tertentu, tanah harus ditebus oleh penggadai. Apabila tanah
tersebut tidak ditebus, maka hilanglah hak penggadai atas
tanahnya, sehingga terjadi jual lepas.
3. Jual tahunan :
Jual tahunan merupakan suatu perilaku hukum yang berisikan
penyerahan hak atas sebidang tanah tertentu kepada subyek hukum
lain, dengan menerima sejumlah uang tertentu dengan ketentuan
bahwa sesudah jangka waktu tertentu, maka tanah tersebut akan
kembali dengan sendirinya tanpa melalui perilaku hukum tertentu.
Dalam hal ini, terjadi peralihan hak atas tanah yang bersifat sementara
waktu.
Nenurut S.A. Hakim, maka jual tahunan sebenarnya adalah sama
dengan sewa tanah yang uang sewanya telah dibayarkan terlebih
dahulu. Apabila jangka waktu yang telah ditetapkan berakhir, maka
dengan sendirinya tanah itu akan kembali kepada pemeberi sewa.
4. Jual gengsur
Pada jual gengsur ini, maka walaupun telah terjadi pemindahan hak
atas tanah kepada pembeli, akan tetapi tanah masih tetap berada
ditangan penjual. Artinya bekas penjual masih tetap mempunyai hak
pakai, yang bersumber pada ketentuan yang disepakati oleh penjual
dengan pembeli.
Mengenai hal pemberian tanah, maka subyek hukum yang
melakukannya harus benar-benar menguasai dan memiliki tanah
tersebut. Dengan memberikan tanah tersebut, maka hak milik atas tanah
akan berpindah seketika itu juga. Di Minahasa dan Sulawesi Selatan,
misalnya, tanah pertanian mungkin diberikan sebagai tanda
pengangkatan anak, atau mungkin sebagai jujur, dan seterusnya.
Tanah-tanah tersebut kadang-kadang mempunyai nama yang
menunjuk pada asalnya.
6. Hukum Benda Lepas atau Hukum Benda Bergerak
Menurut hukum adat, maka yang dinamakan sebagai benda lepas atau benda
bergerak adalah benda-benda diluar tanah.
Ruang lingkupnya mencakup:
I. rumah
II. tumbuh-tumbuhan
III. ternak
IV. benda-benda lainnya
Pada azasnya setiap warga suatu masyarakat hukum adat tertentu, dapat
mempunyai hak milik atas rumah, tumbuh-tumbuhan, ternak, dan benda-benda
lainnya. Mengenai rumah berlahu azas, bahwa hak milik atas rumah terpisah
dengan hak milik atas tanah, dimana rumah tadi berada. Azas tersebut hidup di
beberapa daerah di Indonesia, kecuali rumah-rumah batu yang anggap bersifat
permanen.
Di daerah Kotabumi, dimana lebih banyak warga masyarakat yang sekaligus
memiliki rumah dan tanahnya, maka apabila ada rumah di atas tanah orang
lain, kedua belah fihak punya kewajiban-kewajiban tertentu, antara lain :
a. Pemilik rumah harus membayar sewa tanah
b. Apabila hendak menjual rumah, maka rumah tersebut harus ditawarkan
terlebih dahulu kepada pemilik tanah.
c. Kalau hendak menjual harus ditawarkan kepada pemilik tanah dan bila
akan diwariskan harus memberitahukan pemilik tanah.
Azas yang sama berlaku pula bagi tumbuh-tumbuhan, dimana pengertian
“numpang” dari pemilik rumah atau tumbuh-tumbuhan menunjukkan bahwa
orang tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan tanah dimana rumah atau
tumbuh-tumbuhan tersebut berada.
Mengenai hak-hak atas ternak khususnya mengeanai penjualan ternak di
daerah Lampung dibedakan antara unggas dengan ternak besar (misalnya
kerbau, sapi, dan lain-lain). Penjualan unggas tidak memerlukan syarat-syarat
tertentu, sedangkan untuk ternak besar diperlukan izin kepala kampong yang
dihadiri saksi-saksi, serta diperlukan pula surat resmi dari dinas kehewanan
serta pembayaran pajak.
Perihal pemotongan hewan diperlukan aturan-aturan tertentu khususnya
terhadap ternak besar. Untuk itu harus dilakukan upacara adat tertentu, dimana
bagian-bagian tertentu dari bagian tersebut diberikan kepada seluruh warga
kampong. Kalau hewan tersebut hendak dijual, maka izin sebagaimana
dijelaskan dimuka juga berlaku.
Hukum Hak Immateril
Hukum hak immaterial yang merupakan hak mutlak, antara lain, mencakup
hak atas merek, hak oktroi, hak cipta dan lain sebagainya. Hukum hak
immaterial juga terdapat didalam hukum adat yang antara lain mencakup hak
cipta, gelar dan jugan kedudukan-kedudukan tertentu didalam masyarakat.
Hak cipta atas perhiasan perahu di pulau Kei, misalnya, merupakan hak dari
pribadi kodrati yang dikenal sejak dahulu kala. Demikian pula hak cipta atas
hiasan pada kain sarung di Minangkabau, yang masih berkembang hingga
dewasa ini.
Di Bali misalnya, dikenal pula gelar-gelar yang erat hubungannya dengan
system kasta yang berlaku. Bagi laki-laki, maka gelar tertinggi adalah Ida
Bagus, yang merupakan gelar bagi orang (kasta) Brahmana. Selanjutnya ada
gelar-gelar Cokorda, Dewa, Ngakan, Bagus, Gusti, dan seterusnya. Orangorang
(kasta) Sudra juga memakai gelar-gelar seperti misalnya, Pande, Kbon,
Pasek, dan lain-lain. Ada kecenderungan bahwa gelar-gelar diwariskan kepada
keturunan. Keadaan di Bali tersebut sekaligus menunjukkan betapa eratnya
hubungan antara gelar dengan kedudukan seseorang didalam masyarakat yang
berkasta.
Mengeani masyarakat Jawa, khususnya di daerah-daerah bekas swapraja :
“Orang bangsawan Jawa adalah orang-orang yang merupakan keturunan dari
salah satu dari keempat kepala swapraja di Jawa Tengah. Orang bangsawan
biasanya mempunyai gealr-gelar di depan namanya, seperti misalnya Bendera
Raden Mas, Raden Mas, dan sebagainya, yang diturunkan dari salah seorang
kepala swapraja kepada keturunannya secara bilateral melalui orang-orang
laki-laki maupun wanita. Supaya tidak semua keturunan sampai angkatanangkatan
tak terbilang banyaknya mendapat gelar itu, maka ada suatu prinsip,
khusus yang mempunyai suatu efek selektif. Ada gelar-gelar yang diturunkan
hanya sampai angkatan kedua, gelar-gelar itu adalah gelar-gelar bagi
bangsawan tertinggi.
Kemudian ada gealr-gelar yang diturunkan sampai angkatan ketiga, dan orang
yang mendapat gelar ini adalag orang-orang bangsawan yang lebih rendah
tingkatnya.
Kemudian ada gelar-gelar yang diturunkan kepada keturunan mulai angkatan
keempat sampai angkatan ketujuh, dan orang-orang ini adalah orang-orang
terendah tingkat kebangsawanannya”.
Gelar-gelar di kalangan bangsawan Jawa tersebut, hingga kini masih
dipergunakan dan erat kaitannya dengan kedudukan social yang bersangkutan
dalam kalangan tertentu.
Silahkan tinggalkan komentar di
baca artikel di sini
Tinggalkan komen disini