STRUKTUR MASYARAKAT ASIA TENGGARA SEBELUM KEDATANGAN BANGSA BARAT
J.C.van Leur, adalah ahli Indologi dari Leiden yang pada tahun 1934 sampai dengan tahun 1940 tidak jemu-jemunya mengkritik Historiografi Kolonial. Anggapannya antara lain bahwa sejarah kolonial memandang Indonesia sejak abad ke 17 dari atas geladak kapal, tembok benteng dan kantor dagang. Dia telah tiba pada pendapatnya yang disebut “Sejarah Otonom”. Dalam ruang lingkup pendapat tersebutlah Van Leur mengatakan bahwa kedatangan VOC untuk berdagang didaerah Asia tidak membawa perubahan apa-apa. Perubahan sosial di Asia atau Asia Tenggara atau di Indonesia, baru terjadi sejak abad ke 19, berkaitan dengan industrialisasi di Eropah, atau setelah VOC dibubarkan dan perannya diambil alih oleh Pemerintah Belanda. Pandangan van Leur ini sebagaimana tulisan De Jong dalam bukunya “De Waaier van het fortuin” (terbit tahun 1998) sangat mempengaruhi jalan fikiran banyak sarjana setelah perang dunia ke II. Misalnya pakar dari Amerika Serikat yang ingin memahami gejolak nasionalisme dan munculnya negara baru di Asia Tenggara menulis salah satu bukunya “In Search of Southeast Asia : A Modern History” diilhami pemikiran Van Leur tentang sejarah Asia. Namun disamping itu, sejak tahun 1980 telah muncul sejumlah studi yang membantah pendapat van Leur. Misalnya sarjana Australia, Anthony Reid dalam 2 jilid bukunya “ Southeast Asia in the Age of Commerce 1450-1680” (1992) mengatakan bahwa VOC membawa dampak yang cukup besar dalam bidang politik dikerajaan-kerajaan Asia Tenggara. Sedangkan dibidang perdagangania dia menyimpulkan bahwa dengan munculnya hegemoni VOC dalam bidang ini sejak pertengahan abad ke 17, maka dinamika perdagangan di Asia Tenggara (khususnya Indonesia) beralih sama sekali ketangan VOC.
Tulisan ini akan membahas bagaimanakah struktur masyarakat Asia tenggara sebelum kedatangan bangsa barat dengan pola pertanian dan perdagangannya.
A. Pola pertanian
Air dan hutan merupakan dua unsur dominan di Asia tenggara yang menggambarkan kesuburan tanah didaerah ini. Ditambah musim tropis yang sangat nyaman dan kecilnya peluang terjadinya bencana, memungkinkan alam berbaik hati kepada para petani. Pola pertanian yang terdapat di Asia Tenggara antara lain dimaksudkan untuk menggarap tanah dengan tujuan hasil pertanian paling pokok yaitu kebutuhan makan sehari-hari. Bahan makanan pokok utama sehari-hari adalah Beras. Pada abad ke 15 padi sudah menjadi tanaman yang disukai dan dimana-mana tumbuh dengan baik kecuali didaerah pulau-pulai ditimur Indonesia yang gersang seperti Timor, Maluku Selatan, kepulauan Aru, Buton, selayar dll. Disana mereka membudi dayakan sagu untuk makanan pokoknya. Padi terdapat hampir disemua daerah Asia tenggara mulai dari Laos, Kamboja, Thailand, Vietnam, Malaysia, Indonesia, Brunai, Filipina. Pembajakan tanah yang ditarik binatang, cara menanam, memotong (menggunakan ani-ani), menumbuk dan menuai padi sehingga menghasilkan beras dapat dikatakan hampir sama disenua tempat, meskipun disana-sini ada sedikit perbedaan. Termasuk pula sistim pengairan maupun penanam padi ladang, serta pertanian berpindah. Disamping tanaman pokok tersebut diatas masyarakat Asia Tenggara juga menanam berbagai jenis tanaman yang kemudian menentukan jalannya sejarahnya. Salah satu komoditi tanaman melimpah yang membawa Asia Tenggara kedalam sistim perdagangan dunia adalah rempah-rempah. Jenis rempah-rempah utama yang ditanam adalah cengkeh, pala, lada. Jauh sebelum kedatangan bangsa barat, rempah-rempah ini sudah diperdagangkan secara luas di Asia yang kemudian menembus Eropah. Diluar rempah-rempah para peneliti asing tidak menemui sayur-sayuran yang melimpah kecuali dijawa. Dalam jumlah yang terbatas juga ditanam berbagai jenis tanaman yang dipakai untuk obat seperti asam, kunyit, jahe, kemukus, calamus. Cabai baru ditemukan belakangan setelah dibawa dari Amerika Selatan. Buah-buahan yang banyak jenisnya banyak ditemukan cukup melimpah seperti kelapa, durian, pepaya, manggis, jeruk besar, rambutan dan sebagainya.
b. Perdagangan.Sebelum kedatangan bangsa barat, baik dizaman sebelum Islam maupun sesudah Islam, sistim perdagangan Asia Tengagara telah dibangun atas dua jalur perdagangan. Yaitu jalur sutera yang merupakan jalur darat yang berawal dari Cina melintas Asia Tenggara dan berahir dilaut tengah. Perjalanan ke Eropah dilanjutkan dengan kapal. Jalur kedua adalah jalur laut yang dimulai dari Cina, melalui Asia Tenggara dan berahir di Asia Timur. Motor dari jalur laut ini adalah hembusan angin yang berganti arah secara teratur sebagai angin musim setiap tahun. Akibat dari jalur laut ini muncullah kota-kota dagang penting (emporium) seperti Aden, Bandar Abas, Kalikut, Malaka, Kanton dan sebagainya. Malaka merupakan pelabuhan besar yang penting di Asia Tenggara yang diperkirakan sudah berdiri sekitar tahun 1400 dan merupakan bandar dagang yang memiliki gudang-gudang besar. Komoditi yang diperdagangkan terutama adalah rempah-rempah dari maluku, lada dari Sumatera, beras dari Jawa. Selain itu terdapat pula pelabuhan penting lainnya seperti Banten, Tuban, Gresik, Surabaya. Para penguasa pelabuhan berdiam didalam kota yang dikelilingi benteng demi kemanan. Mereka menerima upeti/pajak dari para pedagang dikota pelabuhannya. Tugas utama diberikan kepada Syahbandar. Dialah yang pertama memeriksa dagangan dari kapal yang masuk dan yang pertama menawar atau membeli. Tidak sedikit penguasa pelabuhan ini yang memiliki kapal sendiri yang berlayar sampai manca negara. Para ahli berpendapat akibat fluktuasi yang meningkat sejak tahun 1400 dari frekuensi dan volume perdagangan, telah dicapai puncaknya pada tahun 1630. Setelah itu menurun. Periode ini menurut Anthony Reid disebut sebagai “ Age of Commerce”. Karena dampaknya juga terasa di Eropah dalam periode yang sama, maka dianggap suatu gejala global yang disebut “The long sixteenth century”. Sebelum kedatangan bangsa barat, perdagangan Asia tenggara juga ditandai apa yang disebut “Tributary trade” atau perdagangan upeti kepada Cina, karena pada saat itu Cina merupakan negara hegemoni bagi kerajaan-kerajaan pedagang di Asia Tenggara. Mereka mengirim kapal upeti setiap tahun ke Cina. Hal yang sama juga dilakukan semua penguasa Malaka untuk mendapat perlindungan Cina dari ancaman negara tetangga seperti Siam. Dalam Inter Asia Trade ini selain melakukan export (rempah-rempah dan hasil bumi lainnya), dari manca negara mereka mengexport berbagai komoditi yang laku di Asia Tenggara. Misalnya sutera dan keamik dari Cina, tekstil dari India.
Senin, Mei 11, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar