Jumat, Juni 05, 2009

HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HUBUNGAN HUKUM KONKRET

by Karsam Sunaryo
STKIP Kusuma Negara 07-06-2009

HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HUBUNGAN HUKUM KONKRET

Pembebanan Hak Tanggungan
Pembebanan HT merupakan suatu proses yang terdiri atas 2 tahap, yaitu :
1. Tahap pemberiannya, yang dilakukan di hadapan PPAT dan
2. Tahap pcndaftarannya, yang dilaksanakan oleh Kepala Kantor Pertanahan,
Ketentuannya dalam Pasal 10 s/d 15.
Diatur pelaksanaannya dalam Pasal 114 s/d 119 Peraturan Menteri 3/1997.
Sekarang hal itu secara rinci diatur dalam Peraturan Menteri 31/1997.
Sebelum melaksanakan pembuatan APHT (Akte Pemberian Hak Tanggungan), menurut ketentuan Pasal 39 PP 24/1997 jo Pasal 97 Peraturan Menteri 3/1997, PPAT wajib terlebih dahulu melakukan pemeriksaan pada Kantor Pertanahan setempat mengenai kesesuaian sertifikat hak tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang akan dijadikan jaminan dengan daftar-daftar yang ada di Kantor tersebut  harus menunjukkan sertifikat yang asli.
Dalam pasal tersebut diatur secara rinci apa yang harus dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan.
Apabila sertifikat tersebut sesuai dengan daftar-daftar yang ada,maka Kepala Kantor atau Pejabat yang ditunjuk membubuhkan pada halaman perubahan sertifikat yang asli cap atau tulisan dengan kalimat: "Telah diperiksa dan sesuai dengan daftar di Kantor Pertanahan",kemudian diparaf dan diberi tanggal pengecekan.
Pada halaman perubahan buku tanahnya dibubuhkan cap atau tulisan dan kalimat "PPAT .... telah minta pengecekan sertifikat ", kemudian diparaf dan diberi tanggal pengecekan. Apabila sertifikat yang ditunjukkan itu ternyata bukan dokumen yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan, pada sampul dan semua halaman sertifikat tersebut dibubuhkan cap atau tulisan dengan kalimat "Sertifikat ini tidak diterbitkan oleh Kantor Pertanahan. " kemudian diparaf.
Sedang apabila temyata diterbitkan oleh Kantor Pertanahan bersangkutan , akan tetapi data fisik dan atau data yuridis yang termuat di dalamnya tidak sesuai lagi dengan data yang tercatat dalam buku tanah dan atau surat ukur yang bersangkutan, untuk APHT bersangkutan diterbitkan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) sesuai data yang tercatat di Kantor Pertanahan. Pada sertifikat bersangkutan tidak dicantumkan sesuatu tanda apapun . PPAT wajib menolak pembuatan APHT yang bersangkutan, jika ternyata sertifikat yang diserahkan kepadanya bukan dokumen yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan ("sertifikat palsu") atau data yang dimuat di dalamnya tidak sesuai lagi dengan daftar-daftar yang ada di kantor Pertanahan.

BANGUNAN DAN TANAMAN

Obyeknya
Selain obyek tersebut di atas dalam Pasal 4 juga dimungkinkan hak atas tanah dibebani HT berikut bangunan, tanaman,hasil karya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah yang bersangkutan. Asal hal itu secara tegas dinyatakan di dalam Akta Pemberiannya. "hasil karya" adalah candi, patung, gapura, relief yang merupakan satu kesatuan dengan tanah yang bersangkutnn.
Bangunan yang dapat dibebani Hak Tanggungan (HT) bersamaan dengan tanahnya meliputi bangunan yang berada di atas maupun bagian bangunan yang ada di bawah permukaan tanah. Misalnya suatu basement, secara fisik ada hubungannya dengan bangunan yang ada di atas tanah yang bersangkutan.
Bangunan yang menggunakan ruang bawah tanah yang secara fisik tidak ada hubungannya dengan bangunan yang ada di atas tanah di atasnya, tidak termasuk dalam lingkup pengaturan UUHT. Penguasaan ruang dan bangunannya berada di luar lingkup hak-hak atas tanah yang diatur dalam UUPA. Untuk itu diperlukan adanya lembaga hak penguasaan lain, yang disarankan disebut Hak Guna Ruang Bawah Tanah. Bangunan, tanaman dan hasil karya tcrsebut bisa milik pemegang hak atas tanah. Bisa juga milik pihak lain atau milik-bersama pemegang hak atas tanah dan pihak lain.

Azas pemisahan horizontal
Dimungkinkannya hak atas tanah dibebani HT berikut bangunan,tanaman dan hasil karya yang ada di atasnya tidak berarti, bahwa Hukum Tanah Nasional kita yang menggunakan asas pemisahan horizontal, meninggalkan asas tersebut dan menggantinya dengan asas accessie.(Dalam asas accessie bangunan, tanaman dan hasil karya yang ada di atasnya, menurut hukum merupakan bagian dari tanah yang bersangkutan)
Hukum Tanah Nasional kita didasarkan pada hukum adat , yang menggunakan asas pemisahan horizontal. Maka dalam kaitannya dengan bangunan, tanaman dan hasil karya tersebut Hukum Tanah Nasional menggunakan juga pemisahan horizontal. Dalam rangka asas pemisahan horizontal benda-benda yang merupakan satu kesatuan dengan tanah menurut hukum bukan merupakan bagian dari tanah yang bersangkutan. Oleh karena itu setiap perbuatan hukum mengenai hak atas tanah, tidak dengan sendirinya meliputi benda-benda tersebut.
Namun demikian penerapan asas-asas hukum adat tidaklah mutlak, me lainkan selalu memperhatikan dan disesuaikan dengan perkembangan kenyataan dan kebutuhan dalam masyarakat yang dihadapi.
Atas dasar kenyataan sifat hukum adat itu, dalam rangka asas pemisahan horizontal tersebut dinyatakan dalam Pasal 4, bahwa pembebanan HT atas tanah, dimungkinkan pula meliputi benda-benda sebagaimana dimaksud di atas. Hal tersebut telah dilakukan dan dibenarkan oleh hukum dalam praktik melalui yurisprudensi pengadilan, sepanjang benda-benda itu merupakan satu kesatuan dengan tanah yg bersangkutan dan keikutsertaannya dijadikan jaminan, dengan tegas dinyatakan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungannya.
Dalam Penjelasan Umum angka 6. Tidak akan ada ketentuan demikian , sekiranya asasnya sudah berubah menjadi asas accessie.Maka tidak diperlukan suatu pernyataan dalam akta pemberiannya.
Dengan sendirinya menurut hukum bangunan, tanaman dan hasil karya itu ikut terbebani HT

Tidak ada komentar:

Pengikut