Jumat, Maret 20, 2009

PARADIGMA PENDIDIKAN DI INDONESIA

PENGANTAR KATA

Semakin meluas dan mendalamnya kompleksitas sendi kehidupan bermasyarakat belakangan ini tidak terlepas dari eforia demokrasi yang berkembang di Indonesia setelah reformasi didengungkan sebagai langkah besar perubahan bangsa. Dengan mengatas namakan reformasi dan demokrasi, segalanya seolah menjadi halal untuk dikedepankan termasuk yang kebablasan, sehingga banyak orang sekarang merasa gamang dengan nilai-nilai kehidupan yang harus dipegang/dianut sebagai bagian dari satu bangsa.
Terlepas dari banyaknya penguatan positif yang ditimbulkan dalam sebuah sistem demokrasi, hendaknya rambu-rambu universal yang menjadi dasar umum unsur demokrasi harus tetap ada, dipahami, dan dipakai sebagai acuan agar bagian dari nilai-nilai kehidupan tersebut dapat menjaga kita (manusia Indonesia) sebagai bangsa yang bermartabat.
Tindakan konkret apa yang diharapkan agar terwujud bangsa (Indonesia) yang bermartabat dan berbudaya?
Tidak ada rumusan baku yang dapat menjawab seluruh masalah yang timbul dalam upaya membentuk kultur bangsa yang bermartabat. Diperlukan pemahaman wawasan di seluruh strata sosial masyarakat, terutama dalam hal kondisi kemajemukan bangsa (Plural Society), yang berdasarkan kepada visi dan nilai-nilai yang dianut bersama.
Diyakini oleh banyak pihak, pendidikan dapat menjadi bagian terpenting karena sebagian dari waktu pembentukan kehidupan seorang manusia 'dibidani dan disusui oleh bidang pendidikan sebelum ia menyatakan jati dirinya sebagai pribadi dalam masyarakat.
PENDIDIKAN DI INDONESIA
Wacana baru yang berkembang saat ini .berkaitan dengan kegundahan dunia pendidikan terhadap karakter insan bangsa Indonesia adalah bagaimana dunia pendidikan turut berperan mengatasi problem kemajemukan bangsa, agar secara elegan sebagai sebuah negara kesatuan dapat bermartabat sejajar dengan bangsa-bangsa lainnya. Memang harus diakui saat ini pendidikan di Indonesia memikul beban yang sangat berat dengan berbagai kompleksitas permasalahannya. Masalah kurikulum, standar pendidikan, kompetensi guru, anggaran pendidikan dan sebagainya membuat insan pendidikan melihat semuanya sebagai lingkaran setan yang tak ada habisnya.
Begitu banyak model dan metode, perubahan kurikulum, pengembangan konsep dan lain-lain yang .diluncurkan oleh Depdiknas RI belakangan ini seolah menjadi kesatuan tumpang tindih yang juga belum terurai menjadi jaring-jaring sinergi yang diinginkan sebagai keunggulan sistem pendidikan di Indonesia.
Disadari atau tidak, kemajemukan bangsa Indonesia membawa pengaruh mendasar yang harus menjadi pertimbangan penting dalam pengembangan pendidikan di Indonesia.
Dalam undang-undang Sisdiknas RI pasal 3, disebutkan bahwa : Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Hal ini diperkuat juga dalam undang-undang yang sama Pasal 4 ayat 1 : Bahwa Pendidikan Nasional diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
Kalau saja esensi dari kedua pasal dalam Undang-undang Sisdiknas tersebut dapat diimplementasikan dengan benar dalam bahasa yang seragam, maka mungkin sebagian besar dari problem pendidikan di Indonesia dapat diselesaikan sekaligus mendudukkan sumber daya manusia Indonesia pada kedudukan yang terhormat.
Ki Hadjar Dewantara, Bapak Pendidikan, dan pendiri Perguruan Taman Siswa berkaitan dengan hal ini menyampaikan beberapa point pemikirannya, yaitu :
1. Pendidikan hendaknya menyeimbangkan dua aspek yaitu aspek kecerdasan atau intelektualitas, dengan aspek kepribadian atau personalitas.

2. Pendidikan budi pekerti dalam keluarga, masyarakat, dan sekolah adalah wajib hukumnya, meskipun tidak harus dalam satu mata pelajaran tersendiri.

3. Pendidikan berlangsung di tiga sentra : keluarga, masyarakat, dan perguruan, yang ketiganya harus dan dapat. saling mengisi.

Point tersebut diperkuat oleh penerus beliau, Ki Supriyoko, yang saat ini beliau menjabat sebagai pimpinan tertinggi Perguruan Taman Siswa yang menyampaikan 'moral education' sebagai berikut :
Science and technology obediance to God's, and moral education becomes the essence of excellent people.
Saat ini dalam beberapa tahun terakhir, perubahan dasar pendidikan dengan berakhirnya era sentralisme kekuasaan disikapi dengan berbagai ragam persepsi. Desentralisasi pendidikan justru belum dijadikan sebagai upaya konstruktif di tingkat bawah, tetapi justru diterima sebagai kebingungan dan akhirnya muncul banyak implikasi negatif akibat ketidaksiapan di tingkat bawah tersebut.
Upaya perubahan dibanyak sekolah terlihat juga masih lebih sebagai upaya agar sekolahnya terlihat tidak ketinggalan jaman, bukan sebagai sebuah sistem untuk memperbaiki pondasi nilai-nilai untuk membangun kekuatan bangsa secara menyeluruh.
Sebagaimana sudah diketahui dan dipelajari oleh para pendidik bahwa proses belajar mengajar dalam dunia pendidikan berdasarkan kepada optimalisasi 3 ranah pendidikan yaitu Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik.
Mengacu pada acuan dasar tersebut, selama ini konsep pendidikan di Indonesia masih lebih mengarah kepada ranah. pertama yaitu Kognitif, sedangkan Afektif dan Psikomotorik ditempatkan pada peran sekunder, sehingga secara keseluruhan sebagai sebuah sistem terjadi
ketimpangan produk yang dihasilkan lebih kepada pemahaman Knowledge dibandingkan sisi Sikap (Attitude) dan Ketrampilan (Skill).
Terkait sisi .sikap dan ketrampilan, pendidikan di Indonesia seharusnya peka terhadap permasalahan yang ada sehingga pengembangan dalam proses belajar mengajar dapat mengakomodir kebutuhan tersebut.
Perlu disadari pernahaman pendidikan untuk nilai-riilai kehidupan tidak terlepas dari 3 konteks :

• Konteks Keteladanan
Bahwa individu-individu yang berperan dalam penularan harus memiliki nilai-nilai kehidupan yang baik dan dapat menjadi teladan bagi lingkungannya.
Juga perlu dipahami, bahwa model pendidikan di Indonesia dan juga di negara-negara lain menunjukkan adanya keragaman tujuan dalam menerapkan strategi serta sarana yang dipakai. Oleh sebab itu reformasi dalam bidang pendidikan juga tidak bisa hanya mengikuti petunjuk atau arahan pemerintah / Depdiknas saja, tetapi diperlukan kemampuan mengembangkannya untuk mencapai hasil pendidikan yang optimal oleh seluruh individu yang terlibat dalam pengembangan pendidikan.
• Konteks Kependidikan
Bahwa sistim pendidikan harus mengoptimalkan ranah pendidikan kognitif, afektif, dan psikomotorik
• Konteks Kemajemukan
Bahwa "bangsa Indonesia adalah sebuah masyarakat multikultural yang selayaknya berkembang secara demokratis demi persatuan dan kesatuan bangsa

Ir. R. Tony Soehartono
Principal Sekolah Pembangunan Jaya

Edited by Karsam Sunaryo
http://http://www.jayaschool.org/
http://www.globaljaya.com

http://www.liany-jewelry.com/

http://www.formulabisnis.com/id=samsam86

http://perpusol-samsam.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Pengikut